nc efi placeholder

Faris Dedi Setiawan Bersama Komandan Batalion TNI Yon Zipur 4 – Tentara Nasional Indonesia

Di industri web design, kita terobsesi dengan estetika. Kita menghabiskan puluhan jam untuk pixel-perfect alignment, palet warna yang harmonis, dan user experience (UX) yang mulus. Klien pun 100% fokus pada tampilan visual yang “cantik”.

Tapi, ada pertanyaan krusial yang sering dilupakan: Apakah website yang cantik itu aman?

Sebagai seorang praktisi keamanan siber , saya melihat fenomena ini setiap hari. Banyak developer dan agency membuat website yang ibarat “istana kaca” indah dipandang, namun sangat rapuh. Mereka fokus membangun “pintu depan” yang megah, tapi lupa “menggembok pintu belakang”.

Padahal, di era digital, website yang down (tumbang) karena di-hack atau data pelanggannya bocor adalah kegagalan desain yang paling fatal. Kepercayaan (Trust) klien hancur dalam semalam.

Di Whitecyber , kami percaya bahwa keamanan adalah bagian dari desain, bukan tambahan (add-on). Berikut adalah 5 celah keamanan fatal yang sering sekali saya temukan, yang diabaikan oleh para developer (bahkan yang senior).

  1. “Penyakit Lupus” (Lupa Update Plugin/CMS)
  2. Ini adalah “dosa” nomor satu. Developermembangun website (terutama WordPress), menginstal 15 plugin untuk membuatnya “cantik”, lalu meninggalkannya begitu saja setelah website launching. Setahun kemudian, plugin tersebut tidak pernah di-update, memiliki celah keamanan, dan menjadi “pintu tol” bagi hacker untuk masuk.
  3. Form Kontak yang “Terlalu Ramah” (Celah XSS/SQL Injection)

Setiap website “cantik” punya form kontak atau form komentar. Namun, banyak developer lupa melakukan sanitasi input. Mereka membiarkan form tersebut “polos”, sehingga hacker bisa menyuntikkan script jahat (Cross-Site Scripting/XSS) atau perintah database (SQL Injection) langsung dari form kontak yang terlihat sepele itu.

  1. “Pintu Admin” yang Terbuka Lebar

Berapa banyak website WordPress yang halaman login-nya masih …/wp-admin? Ini ibarat menempelkan stiker “Brankas Uang Ada di Sini!” di pintu depan rumah Anda. Hacker tidak perlu mencari, mereka tinggal melakukan brute force (menebak password berulang kali) di pintu yang sudah jelas-jelas ada.

  1. Izin File yang “Terlalu Baik” (File Permissions 777)

Saat proses developmentdeveloper seringkali frustrasi karena tidak bisa meng-upload gambar. Sebagai jalan pintas, mereka mengubah izin (permission) folder upload menjadi 777 (bisa dibaca, ditulis, dan dieksekusi oleh siapa saja). Masalahnya: mereka lupa mengembalikannya ke izin yang aman (755 atau 644) setelah website launching. Ini sama saja dengan “menaruh kunci rumah di bawah keset”.

  1. Mengabaikan SSL (Mixed Content)

Di tahun 2026, website tanpa HTTPS (SSL) adalah website mati. Google menandainya sebagai “Not Secure”. Banyak desainer sudah memasang SSL, tapi mereka lupa bahwa mereka masih memanggil gambar atau script dari sumber http:// (non-aman). Ini disebut “Mixed Content“, yang membuat gembok hijau di browser hilang dan website Anda tetap dianggap tidak aman.

Penutup: Keamanan adalah Wujud “Amanah” Developer Website bukan hanya “tampilan”. Itu adalah aset digital klien. Saat seorang klien memercayakan website-nya kepada Anda, mereka memberi Anda amanah untuk menjaganya.

Di Whitecyber , kami percaya standarisasi keamanan adalah fondasi, bukan fitur tambahan. Desain yang hebat adalah desain yang cantik dan aman.

.

Tentang Penulis:

Faris Dedi Setiawan adalah seorang Pakar Keamanan Siber , Google Developer Expert , dan Inisiator Komunitas Peneliti Indonesia . Beliau adalah Founder dari Whitecyber, sebuah perusahaan yang berfokus pada standarisasi keamanan untuk platform web dan riset.